Gambar Sampul Agama Islam · d_BAB IV Al-Qur’ān dan Hadis adalah Pedoman Hidupku
Agama Islam · d_BAB IV Al-Qur’ān dan Hadis adalah Pedoman Hidupku
Nelty Khairiyah

22/08/2021 07:50:35

SMA 10 KTSP

Lihat Katalog Lainnya
Halaman

46

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

Al-Qur’ān

dan Hadis

adalah Pedoman Hidupku

BAB

IV

Al-Qur’ān

dan Hadis

adalah Pedoman Hidupku

Kedudukan

al-

Qur’ān

sebagai

Sumber Hukum

Islam

Menjadikan

al-

Qur’ān

sebagai

Pedoman Hidup

Kedudukan Hadis

sebagai Sumber

Hukum Islam

Menjadikan Hadis

sebagai Pedoman

Hidup

Kedudukan

Ijtihād

sebagai Sumber

Hukum Islam

Menjadikan

Ijtihād

sebagai Pedoman

Hidup

Diketahui dan Diperolehnya Nilai dan Perilaku

Bagan Alir

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti

47

Membuka Relung Hati

Cermati gambar dan wacana berikut.

Alkisah, terdapatlah seorang pengembara yang terbangun dari keadaan tidak

sadar dan mendapati dirinya di tengah hutan. Dia tidak tahu di mana ia berada,

dari mana dia berasal, siapa dia, dan untuk apa dia ada di hutan itu. Namun yang

dia tahu adalah bahwa dia berada di sebuah hutan belantara, dikelilingi semak

belukar lebat, pepohonan, binatang liar, dan tanpa ada seorang manusia pun

untuk tempat bertanya. Di sekitar tempat dirinya terbangun, tidak dia temukan

apa pun yang dapat mengingatkan dirinya akan asal-usulnya, dan kenapa dia ada

di tempat itu.

Seiring waktu berjalan, dia mencapai titik lelah untuk mencari siapa dirinya,

dan mengapa dia berada di tempat itu. Akhirnya, yang ia lakukan dalam

keseharian hanyalah bertahan hidup, tanpa tujuan dan arah yang pasti. Hingga

suatu ketika datang seseorang yang mengaku sebagai utusan maharaja, yang

menerangkan jati dirinya melalui sebuah surat dari sang raja, bahwa dia adalah

seorang pangeran yang berasal dari suatu negeri, diutus ke tempat ini untuk

mencari harta karun. Buktinya adalah secarik kertas kecil yang diselipkan di

bajunya, berisi catatan tentang siapa dia dan misi apa yang dia bawa di hutan.

Cerita pengembara di atas, jika dianalogikan dengan kehidupan kita sebagai

manusia ibarat ‘pengembara’ yang hidup di “hutan dunia”. Seandainya saja tidak

ada utusan yang membawa petunjuk, tentulah kita akan tersesat dan kebingungan

dalam mengarungi hidup ini. Sebagaimana mereka yang tidak beriman seperti

kaum

materialis, ateis,

dan

hedonis

yang hidup dalam kesesatan. Oleh karena

itu, bersyukurlah kita yang mendapatkan petunjuk dari utusan Allah Swt. yaitu

Sumber: Dok. Kemendikbud

Gambar 4.1

Tanpa adanya petunjuk manusia dapat tersesat dalam kehidupannya.

48

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

Muhammad saw. yang menyampaikan kabar gembira, memberi peringatan, dan

menerangkan hakikat penciptaan kita di dunia. Bersama beliau, diturunkanlah

al-Qur’ān

sebagai pedoman hidup.

Dikutip dari: www.alrasikh.uii.ac.id

Mengkritisi Sekitar Kita

Cermati gambar dan wacana berikut.

Dalam

al-Qur’ān

Allah Swt. berfirman,

“...

barangsiapa tidak memutuskan dengan apa

yang diturunkan Allah, maka mereka itulah

orang-orang kafir.” (Q.S. al-Mā’idah/5:44)

.

Ayat tersebut mendorong manusia, terutama

orang-orang yang beriman agar menjadikan

al-Qur’ān

sebagai sumber hukum dalam

memutuskan suatu perkara, sehingga siapa

pun yang tidak menjadikannya sebagai

sumber hukum untuk memutuskan perkara,

maka manusia dianggap tidak beriman.

Hukum-hukum Allah Swt. yang ter

-

cantum di dalam

al-Qur’ān

sesungguhnya

dimaksudkan untuk kemaslahatan dan kepentingan hidup manusia itu sendiri.

Allah Swt. sebagai pencipta manusia dan alam semesta Maha Mengetahui

terhadap apa yang diperlukan agar manusia hidup damai, aman, dan sentosa.

Bukankah para ahli teknologi yang membuat barang-barang canggih, seperti

pesawat terbang, mobil, komputer,

handphone

, dan barang-barang elektronik

lainnya selalu memberikan buku petunjuk penggunaan atau pemakaian kepada

para pemiliknya? Apa tujuan produsen atau para ahli tersebut menerbitkan buku

tersebut? Jawabannya bahwa tanpa menggunakan buku petunjuk tersebut,

dikhawatirkan barang-barang yang digunakan akan cepat rusak. Begitulah

Allah Swt. menurunkan Kitab Suci-Nya,

al-Qur’ān

, agar manusia terbebas dari

kerusakan, baik yang bersifat kerusakan lahir maupun kerusakan batin.

Namun demikian, masih banyak orang yang mengaku beriman yang belum

menjadikan

al-Qur’ān

dan hadis sebagai pedoman hidupnya. Banyaknya

pelanggaran terhadap hukum Islam, seperti pencurian, perampokan, korupsi,

perzinaan, dan kemaksiatan lainnya merupakan bukti nyata dari hal-hal tersebut.

Sumber: Dok. Kemendikbud

Gambar 4.2

Mushaf

al-Qur’±n

sebagai kitab suci dan

petunjuk umat Islam.

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti

49

Cari dan diskusikan hukum-hukum yang terdapat dalam

al-Qur’±n

atau

hadis. Sebutkan hukum-hukum tersebut. Apakah hukum-hukum tersebut

bertentangan dengan hukum yang selama ini berlaku di dalam kehidupan

kita? Jika ya, bagaimana solusi agar kita terhindar dari golongan orang-

orang kafir sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas?

Aktivitas 2

Memperkaya Khazanah Peserta Didik

A. Memahami

Al-Qur’ān

, Hadis, dan

Ijtihād

sebagai Sumber Hukum Islam

Sumber hukum Islam merupakan suatu rujukan, landasan, atau dasar

yang utama dalam pengambilan hukum Islam. Hal tersebut menjadi pokok

ajaran Islam sehingga segala sesuatu haruslah bersumber atau berpatokan

kepadanya. Hal tersebut menjadi pangkal dan tempat kembalinya segala

sesuatu. Ia juga menjadi pusat tempat mengalirnya sesuatu. Oleh karena itu,

sebagai sumber yang baik dan sempurna, hendaklah ia memiliki sifat dinamis,

benar, dan mutlak. Dinamis maksudnya adalah

al-Qur’ān

dapat berlaku

di mana saja, kapan saja, dan kepada siapa saja. Benar artinya

al-Qur’ān

mengandung kebenaran yang dibuktikan dengan fakta dan kejadian yang

sebenarnya. Mutlak artinya

al-Qur’ān

tidak diragukan lagi kebenarannya serta

tidak akan terbantahkan.

Adapun yang menjadi sumber hukum

Islam, yaitu

al-Qur’ān

, Hadis, dan

Ijtihād

.

Al-Qur’ānul Karim

1. Pengertian

al-Qur’ān

Dari segi bahasa,

al-Qur’ān

berasal

dari kata

qara’a – yaqra’u – qirā’atan

– qur’ānan

, yang berarti sesuatu

yang dibaca atau bacaan. Dari segi

istilah,

al-Qur’ān

adalah

Kalamullah

Sumber: Dok. Kemendikbud

Gambar 4.3

Mushaf

al-Qur’±nul Kar³m

sebagai

sumber hukum utama.

50

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dalam bahasa Arab, yang

sampai kepada kita secara

mutawattir

, ditulis dalam

mus

af

, dimulai

dengan surah

al-Fātiḥ

a

¥

dan diakhiri dengan surah

an-Nās

, membacanya

berfungsi sebagai ibadah, sebagai

mukjizat

Nabi Muhammad saw. dan

sebagai

hidayah

atau petunjuk bagi umat manusia. Allah Swt. berfirman:

Artinya: “Sungguh, al-Qur’ān ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling

lurus dan memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang mengerjakan

kebajikan, bahwa mereka akan mendapat pahala yang besar.” (Q.S. al-

Isrā/17:9)

2. Kedudukan

al-Qur’ān

sebagai Sumber Hukum Islam

Sebagai sumber hukum Islam,

al-Qur’ān

memiliki kedudukan yang

sangat tinggi.

Al-Qur’ān

merupakan sumber utama dan pertama sehingga

semua persoalan harus merujuk dan berpedoman kepadanya. Hal ini

sesuai dengan firman Allah Swt. dalam

al-Qur’ān

:

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Ta’atilah Allah dan ta’atilah

Rasul-Nya (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara

kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka

kembalikanlah kepada Allah Swt. (al-Qur’ān) dan Rasu-Nyal (sunnah), jika

kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih

utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. an-Nisā’/4:59)

Dalam ayat yang lain Allah Swt. menyatakan:

Artinya: “Sungguh, Kami telah menurunkan Kitab (al-Qur’ān) kepadamu

(Muhammad) membawa kebenaran, agar engkau mengadili antara

manusia dan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, dan janganlah

engkau menjadi penentang (orang yang tidak bersalah), karena (membela)

orang yang berkhianat.” (Q.S. an-Nisā’/4:105)

Dalam sebuah hadis yang bersumber dari Imam Bukhari dan Imam

Muslim, Rasulullah saw. bersabda:

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti

51

Artinya: “... Amma ba’du wahai sekalian manusia, bukankah aku

sebagaimana manusia biasa yang diangkat menjadi rasul dan saya

tinggalkan bagi kalian semua ada dua perkara utama/besar, yang pertama

adalah kitab Allah yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya/

penerang, maka ikutilah kitab Allah (al-Qur’ān) dan berpegang teguhlah

kepadanya ... (H.R. Muslim)

Berdasarkan dua ayat dan hadis di atas, jelaslah bahwa

al-Qur’ān

adalah

kitab yang berisi sebagai petunjuk dan peringatan bagi orang-orang yang

beriman.

Al-Qur’ān

sumber dari segala sumber hukum baik dalam konteks

kehidupan di dunia maupun di akhirat kelak. Namun demikian, hukum-

hukum yang terdapat dalam Kitab Suci

al-Qur’ān

ada yang bersifat rinci

dan sangat jelas maksudnya, dan ada yang masih bersifat umum dan perlu

pemahaman mendalam untuk memahaminya.

3. Kandungan Hukum dalam

al-Qur’ān

Para ulama mengelompokkan hukum yang terdapat dalam

al-Qur’ān

ke

dalam tiga bagian, yaitu seperti berikut.

a. Akidah atau Keimanan

Akidah atau keimanan adalah keyakinan yang tertancap kuat di

dalam hati. Akidah terkait dengan keimanan terhadap hal-hal yang gaib

yang terangkum dalam rukun iman (

arkānu

�mān

), yaitu iman kepada

Allah Swt. malaikat, kitab suci, para rasul, hari kiamat, dan

qada/qadar

Allah Swt.

b.

Syari’ah

atau Ibadah

Hukum ini mengatur tentang tata cara ibadah baik yang

berhubungan langsung dengan

al-Khāliq

(Pencipta), yaitu Allah Swt.

yang disebut

‘ibadah ma

ah

, maupun yang berhubungan dengan

sesama makhluknya yang disebut dengan ibadah

gairu ma

ah

. Ilmu

yang mempelajari tata cara ibadah dinamakan ilmu

fikih

.

1) Hukum Ibadah

Hukum ini mengatur bagaimana seharusnya melaksanakan

ibadah yang sesuai dengan ajaran Islam. Hukum ini mengandung

perintah untuk mengerjakan

śalat

, haji, zakat, puasa, dan lain

sebagainya.

2) Hukum Mu’amalah

Hukum ini mengatur interaksi antara manusia dan sesamanya,

seperti hukum tentang tata cara jual-beli, hukum pidana, hukum

perdata, hukum warisan, pernikahan, politik, dan lain sebagainya.

52

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

c. Akhlak atau Budi Pekerti

Selain berisi hukum-hukum tentang akidah dan ibadah,

al-Qur’ān

juga

berisi hukum-hukum tentang akhlak.

Al-Qur’ān

menuntun bagaimana

seharusnya manusia berakhlak atau berperilaku, baik berakhlak kepada

Allah Swt., kepada sesama manusia, dan akhlak terhadap makhluk

Allah Swt. yang lain. Pendeknya, berakhlak adalah tuntunan dalam

hubungan antara manusia dengan Allah Swt. hubungan antara manusia

dan manusia dan hubungan manusia dengan alam semesta. Hukum ini

tecermin dalam konsep perbuatan manusia yang tampak, mulai dari

gerakan mulut (ucapan), tangan, dan kaki.

Hadis atau Sunnah

1. Pengertian Hadis atau Sunnah

Secara bahasa, hadis berarti per

-

kataan atau ucapan. Menurut istilah,

hadis adalah segala perkataan,

perbuatan, dan ketetapan (

taqrir

)

yang dilakukan oleh Nabi Muhammad

saw. Hadis juga dinamakan

sunnah

.

Namun demikian, ulama hadis

membedakan hadis dengan

sunnah

.

Hadis adalah ucapan atau perkataan

Rasulullah saw., sedangkan

sunnah

adalah segala apa yang dilakukan oleh

Rasulullah saw. yang menjadi sumber

hukum Islam.

Hadis dalam arti perkataan atau

ucapan Rasulullah saw. terdiri atas

beberapa bagian yang saling terkait

satu sama lain. Bagian-bagian hadis

tersebut antara lain sebagai berikut.

a.

Sanad

, yaitu sekelompok orang atau

seseorang yang menyampaikan

hadis dari Rasulullah saw. sampai

kepada kita sekarang ini.

b.

Matan

, yaitu isi atau materi hadis yang disampaikan Rasulullah saw.

c.

Rawi

, yaitu orang yang meriwayatkan hadis.

Sumber: www.pustakaisaspol.files.wordpress.com

Gambar 4.4

Kitab Hadis sebagai sumber hukum

Islam setelah

al-Qur’±n.

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti

53

2. Kedudukan Hadis atau Sunnah sebagai Sumber Hukum Islam

Sebagai sumber hukum Islam, hadis berada satu tingkat di bawah

al-

Qur’ān

. Artinya, jika sebuah perkara hukumnya tidak terdapat di dalam

al-

Qur’ān

, yang harus dijadikan sandaran berikutnya adalah hadis tersebut.

Hal ini sebagaimana firman Allah Swt:

Artinya: “... dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu maka

terimalah ia. Dan apa-apa yang dilarangnya, maka tinggalkanlah.” (Q.S.

al-

Ḥasyr/59:7)

Demikian pula firman Allah Swt. dalam ayat yang lain:

Artinya: “Barangsiapa menaati Rasul (Muhammad), maka

sesungguhnya ia telah menaati Allah Swt. Dan barangsiapa berpaling

(darinya), maka (ketahuilah) Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk

menjadi pemelihara mereka.” (Q.S. an-Nisā’/4:80)

Sekarang, kamu sudah paham tentang peran penting hadis sebagai

sumber hukum Islam kedua setelah

al-Qur’ān,

bukan? Mari kita lihat

kedudukan hadis terhadap sumber hukum Islam pertama, yaitu

al-Qur’ān

.

3. Fungsi Hadis terhadap

al-Qur’ān

Rasulullah saw. sebagai pembawa risalah Allah Swt. bertugas

menjelaskan ajaran yang diturunkan Allah Swt. melalui

al-Qur’ān

kepada

umat manusia. Oleh karena itu, hadis berfungsi untuk menjelaskan (

bayan

)

serta menguatkan hukum-hukum yang terdapat dalam

al-Qur’ān

.

Fungsi hadis terhadap

al-Qur’ān

dapat dikelompokkan menjadi empat

yaitu sebagai berikut.

a. Menjelaskan ayat-ayat

al-Qur’ān

yang masih bersifat umum

Contohnya adalah ayat

al-Qur’ān

yang memerintahkan

śalat

. Perintah

śalat

dalam

al-Qur’ān

masih bersifat umum sehingga diperjelas dengan

hadis-hadis Rasulullah saw. tentang

śalat

, baik tentang tata caranya

maupun jumlah bilangan raka’at-nya. Untuk menjelaskan perintah

śalat

tersebut, misalnya keluarlah sebuah hadis yang berbunyi,

“Śalatlah

kalian sebagaimana kalian melihat aku śalat”.

(H.R. Bukhari)

54

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

b. Memperkuat pernyataan yang ada dalam

al-Qur’ān

Seperti dalam

al-Qur’ān

terdapat ayat yang menyatakan,

“Barangsiapa di antara kalian melihat bulan, maka berpuasalah!”

Kemudian ayat tersebut diperkuat oleh sebuah hadis yang berbunyi, “

...

berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah karena melihatnya

...”

(H.R. Bukhari dan Muslim)

c. Menerangkan maksud dan tujuan ayat yang ada dalam

al-Qur’ān

Misal, dalam

Q.S. at-Taubah/9:34

dikatakan,

“Orang-orang yang

menyimpan emas dan perak, kemudian tidak membelanjakannya di

jalan Allah Swt., gembirakanlah mereka dengan azab yang pedih!”

Ayat

ini dijelaskan oleh hadis yang berbunyi,

“Allah Swt. tidak mewajibkan

zakat kecuali supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah dizakati.”

(H.R. Baihaqi)

d. Menetapkan hukum baru yang tidak terdapat dalam

al-Qur’ān

Maksudnya adalah bahwa jika suatu masalah tidak terdapat

hukumnya dalam

al-Qur’ān

, diambil dari hadis yang sesuai. Misalnya,

bagaimana hukumnya seorang laki-laki yang menikahi saudara

perempuan istrinya. Hal tersebut dijelaskan dalam sebuah hadis

Rasulullah saw.:

Artinya: “Dari Abi Hurairah ra. Rasulullah saw. bersabda: “Dilarang

seseorang mengumpulkan (mengawini secara bersama) seorang

perempuan dengan saudara dari ayahnya serta seorang perempuan

dengan saudara perempuan dari ibunya.”

(H.R. Bukhari)

4. Macam-Macam Hadis

Ditinjau dari segi perawinya, hadis terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu

seperti berikut.

a. Hadis

Mutawattir

Hadis

mutawattir

adalah hadis yang diriwayatkan oleh banyak

perawi, baik dari kalangan para sahabat maupun generasi sesudahnya

dan dipastikan di antara mereka tidak bersepakat dusta. Contohnya

adalah hadis yang berbunyi:

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti

55

Artinya: “Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda:

Barangsiapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka tempatnya

adalah neraka.”

(H.R. Bukhari, Muslim)

b. Hadis

Masyhur

Hadis

masyhur

adalah hadis yang diriwayatkan oleh dua orang

sahabat atau lebih yang tidak mencapai derajat

mutawattir,

namun

setelah itu tersebar dan diriwayatkan oleh sekian banyak

tabi’

³n

sehingga tidak mungkin bersepakat dusta. Contoh hadis jenis ini adalah

hadis yang artinya,

“Orang Islam adalah orang-orang yang tidak

mengganggu orang lain dengan lidah dan tangannya.”

(H.R. Bukhari,

Muslim dan Tirmizi)

c. Hadis

ad

Hadis

a

ad

adalah hadis yang hanya diriwayatkan oleh satu atau

dua orang pe

rawi,

sehingga tidak mencapai derajat

mutawattir

. Dilihat

dari segi kualitas orang yang meriwayatkannya (

perawi

), hadis dibagi ke

dalam tiga bagian, yaitu sebagai berikut.

1) Hadis

Śaḥ

i

adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil,

kuat hafalannya, tajam penelitiannya, sanadnya bersambung kepada

Rasulullah saw., tidak tercela, dan tidak bertentangan dengan

riwayat orang yang lebih terpercaya. Hadis ini dijadikan sebagai

sumber hukum dalam beribadah (

hujjah

).

2) Hadis

asan

, adalah hadis yang diriwayatkan oleh pe

rawi

yang adil,

tetapi kurang kuat hafalannya,

sanad

nya bersambung, tidak cacat,

dan tidak bertentangan. Sama seperti hadis

śaḥ

i

, hadis ini dijadikan

sebagai landasan mengerjakan amal ibadah.

3) Hadis

da’

ī

f

, yaitu hadis yang tidak memenuhi kualitas hadis

śaḥī

i

dan hadis

asan

. Para ulama mengatakan bahwa hadis ini tidak

dapat dijadikan sebagai

hujjah

, tetapi dapat dijadikan sebagai

motivasi dalam beribadah.

4) Hadis

Mau

d

u’

, yaitu hadis yang bukan bersumber kepada Rasulullah

saw. atau hadis palsu. Dikatakan hadis padahal sama sekali bukan

hadis. Hadis ini jelas tidak dapat dijadikan landasan hukum, hadis ini

tertolak.

56

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

Ijtihād

sebagai upaya memahami

al-Qur’ān

dan Hadis

1. Pengertian

Ijtihād

Kata

ijtihād

berasal bahasa Arab

ijtahada-yajtahidu-ijtihādan

yang berarti

mengerahkan segala kemampuan,

bersungguh-sungguh mencurahkan tenaga,

atau bekerja secara optimal. Secara istilah,

ijtihād

adalah mencurahkan segenap tenaga

dan pikiran secara sungguh-sungguh dalam

menetapkan suatu hukum. Orang yang

melakukan

ijtihād

dinamakan

mujtahid

.

2. Syarat-Syarat ber

ijtihād

Karena

ijtihād

sangat bergantung pada

kecakapan dan keahlian para

mujtahid

,

dimungkinkan hasil

ijtihād

antara satu

ulama dengan ulama lainnya berbeda

hukum yang dihasilkannya. Oleh karena

itu, tidak semua orang dapat melakukan

ijtihād

dan menghasilkan hukum yang tepat.

Berikut beberapa syarat yang harus dimiliki

seseorang untuk melakukan

ijtihād

.

a. Memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam.

b. Memiliki pemahaman mendalam tentang bahasa Arab, ilmu

tafsir

, usul

fikih

, dan

tarikh

(sejarah).

c. Memahami cara merumuskan hukum (

istinba

ţ

).

d. Memiliki keluhuran akhlak mulia.

3. Kedudukan

Ijtihād

Ijtihād

memiliki kedudukan sebagai sumber hukum Islam setelah

al-

Qur’ān

dan hadis.

Ijtihād

dilakukan jika suatu persoalan tidak ditemukan

hukumnya dalam

al-Qur’ān

dan hadis. Namun demikian, hukum yang

dihasilkan dari

ijtihād

tidak boleh bertentangan dengan

al-Qur’ān

maupun

hadis. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw.:

Sumber: www.omahbukumuslim.com

Gambar 4.5

Ijma ulama sebagai sumber

hukum selain

al-Qur’±n

dan

Hadis.

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti

57

Artinya: “Dari Mu’az, bahwasanya Nabi Muhammad saw. ketika

mengutusnya ke Yaman, ia bersabda, “Bagaimana engkau akan

memutuskan suatu perkara yang dibawa orang kepadamu?” Muaz

berkata, “Saya akan memutuskan menurut Kitabullah (al-Qur’ān).” Lalu

Nabi berkata, “Dan jika di dalam Kitabullah engkau tidak menemukan

sesuatu mengenai soal itu?” Muaz menjawab, “Jika begitu saya akan

memutuskan menurut Sunnah Rasulullah saw.” Kemudian, Nabi bertanya

lagi, “Dan jika engkau tidak menemukan sesuatu hal itu di dalam sunnah?”

Muaz menjawab, “Saya akan mempergunakan pertimbangan akal pikiran

sendiri (ijtihādu bi ra’yi) tanpa bimbang sedikitpun.” Kemudian, Nabi

bersabda, “Maha suci Allah Swt. yang memberikan bimbingan kepada

utusan Rasul-Nya dengan suatu sikap yang disetujui Rasul-Nya.”

(H.R.

Darami)

Rasulullah saw. juga mengatakan bahwa seseorang yang ber

ijtihād

sesuai dengan kemampuan dan ilmunya, kemudian

ijtihād

nya itu benar,

maka ia mendapatkan dua pahala, Jika kemudian

ijtihād

nya itu salah maka

ia mendapatkan satu pahala.

Hal tersebut ditegaskan melalui sebuah hadis:

Artinya: “Dari Amr bin Aś, sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda,

“Apabila seorang hakim berijtihād dalam memutuskan suatu persoalan,

ternyata ijtihādnya benar, maka ia mendapatkan dua pahala, dan apabila

dia berijtihād, kemudian ijtihādnya salah, maka ia mendapat satu pahala.”

(H.R. Bukhari dan Muslim)

4. Bentuk-Bentuk

Ijtihād

Ijtihād

sebagai sebuah metode atau cara dalam menghasilkan sebuah

hukum terbagi ke dalam beberapa bagian, yaitu sebagai berikut.

58

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

a.

Ijma’

Ijma’

adalah kesepakatan para ulama ahli

ijtihād

dalam memutuskan

suatu perkara atau hukum. Contoh

ijma’

di masa sahabat adalah

kesepakatan untuk menghimpun wahyu Ilahi yang berbentuk lembaran-

lembaran terpisah menjadi sebuah

mus

¥

af

al-Qur’ān

yang seperti kita

saksikan sekarang ini.

b.

Qiyas

Qiyas

adalah mempersamakan/menganalogikan masalah baru yang

tidak terdapat dalam

al-Qur’ān

atau hadis dengan yang sudah terdapat

hukumnya dalam

al-Qur’ān

dan hadis karena kesamaan sifat atau

karakternya. Contoh

qiyas

adalah mengharamkan hukum minuman

keras selain

khamr

seperti

brendy, wisky,

topi miring,

vodka

, dan

narkoba karena memiliki kesamaan sifat dan karakter dengan

khamr,

yaitu memabukkan.

Khamr

dalam

al-Qur’ān

diharamkan, sebagaimana

firman Allah Swt:

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya

minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi

nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk

perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu

beruntung.”

(Q.S. al-Maidah/5:90)

c.

Maślaĥah Mursalah

Maślaḥ

ah mursalah

artinya penetapan hukum yang menitikberatkan

pada kemanfaatan suatu perbuatan dan tujuan hakiki-universal

terhadap

syari’at

Islam. Misalkan, seseorang wajib mengganti atau

membayar kerugaian atas kerugian kepada pemilik barang karena

kerusakan di luar kesepakatan yang telah ditetapkan.

Pembagian Hukum Islam

Para ulama membagi hukum Islam ke dalam dua bagian, yaitu hukum

taklifi

dan hukum

wad’i

. Hukum

taklifi

adalah tuntunan Allah Swt. yang

berkaitan dengan perintah dan larangan. Hukum

wad’i

adalah perintah

Allah Swt. yang merupakan sebab, syarat, atau penghalang bagi adanya

sesuatu.

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti

59

Hukum

Taklifi

Hukum

taklifi

terbagi ke dalam lima bagian, yaitu sebagai berikut.

a. Wajib (

far

u

), yaitu aturan Allah Swt. yang harus dikerjakan, dengan

konsekuensi bahwa jika dikerjakan akan mendapatkan pahala, dan

jika ditinggalkan akan berakibat dosa. Pahala adalah sesuatu yang

akan membawa seseorang kepada kenikmatan (surga), sedangkan

dosa adalah sesuatu yang akan membawa seseorang ke dalam

kesengsaraan (neraka). Misalnya, perintah wajib

śalat

, puasa, zakat,

haji, dan sebagainya.

b.

Sunnah

(

mandub

), yaitu tuntutan untuk melakukan suatu perbuatan

dengan konsekuensi jika dikerjakan akan mendapatkan pahala dan

jika ditinggalkan karena berat untuk melakukannya tidaklah berdosa.

Misalnya ibadah

śalat

rawatib

, puasa Senin-Kamis, dan sebagainya.

c. Haram (

ta

rim

), yaitu larangan untuk mengerjakan suatu pekerjaan

atau perbuatan. Konsekuesinya adalah jika larangan tersebut

dilakukan akan mendapatkan pahala, dan jika tetap dilakukan akan

mendapatkan dosa dan hukuman. Akibat yang ditimbulkan dari

mengerjakan larangan Allah Swt. ini dapat langsung mendapat

hukuman di dunia, ada pula yang dibalasnya di akhirat kelak.

Misalnya larangan meminum minuman keras/narkoba/

khamr

,

larangan berzina, larangan berjudi, dan sebagainya.

d.

Makruh

(

Karahah

), yaitu tuntutan untuk meninggalkan suatu

perbuatan.

Makruh

artinya sesuatu yang dibenci atau tidak disukai.

Konsekuensi hukum ini adalah jika dikerjakan tidaklah berdosa, akan

tetapi jika ditinggalkan akan mendapatkan pahala.

Misalnya, mengonsumsi makanan yang beraroma tidak sedap

karena zatnya atau sifatnya.

e.

Mubaḥ

(

al-Iba

a

), yaitu sesuatu yang boleh untuk dikerjakan

dan boleh untuk ditinggalkan. Tidaklah berdosa dan berpahala jika

dikerjakan ataupun ditinggalkan.

Misalnya makan roti, minum susu, tidur di kasur, dan sebagainya.

Pelajari

al-Qur’±n

, hadis, dan

ijtih±d

sebagai sumber hukum Islam.

Buatlah satu tabel yang berisi hukum-hukum yang bersumber dari

al-

Qur’±n

, hadis, dan

ijtih±d

tersebut.

Aktivitas 3

60

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

Pesan-Pesan Mulia

Bacalah kisah berikut!

Umar bin Kha

ṭṭab keluar dari rumahnya bermaksud membunuh Nabi

Muhammad saw. yang dinilainya telah memecah-belah masyarakat serta

merendahkan sesembahan leluhur. Dalam perjalanannya mencari Nabi, ia

bertemu dengan seseorang yang menanyakan tujuannya. Orang itu kemudian

berkata, “Tidak usah Muhammad saw. yang kaubunuh, adikmu yang telah

mengikutinya (masuk Islam), yang lebih wajar engkau urus.” Umar kemudian

menemui adiknya, Fatimah, yang sedang bersama suaminya membaca lembaran

ayat-ayat

al-Qur’ān

. Ditamparnya sang adik hingga bercucuran darah dari

wajahnya. Diperlakukan seperti itu, Fatimah tidaklah gentar, ia bahkan balik

menantang saudara laki-lakinya tersebut. “Memang benar kami telah memeluk

Islam dan telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Berbuatlah sekehendakmu!”

Mendengar suara adik kesayangannya tersebut, hati umar tersentuh. Ia

menyesali perbuatan kasar terhadap saudara perempuannya. Umar lalu berkata,

“Berikan kepadaku lembaran ayat-ayat yang kalian baca itu! Aku ingin mengetahui

ajaran yang dibawa oleh Muhammad.”

“Wahai saudaraku!” kata Fatimah dengan lembut. “Engkau adalah kotor

karena engkau orang musyrik, sedangkan

al-Qur’ān

tidak boleh disentuh

kecuali oleh orang-orang yang telah suci.” Mendengar kata-kata adiknya tersebut,

Umar segera bergegas untuk bersuci. Kemudian Fatimah menyerahkan lembaran

ayat-ayat

al-Qur’ān

surah

Ţāhā

. Setelah selesai membacanya, Umar berkata,

“Alangkah indah dan agungnya kalimat-kalimat ini!” Umar pun kemudian segera

mencari Rasulullah saw. untuk menyatakan keislamannya.

Menerapkan Perilaku Mulia

Perilaku mulia dari pemahaman terhadap

al-Qur’ān

, hadis, dan

ijtihād

sebagai

sumber hukum Islam tergambar dalam aktivitas sebagai berikut.

1. Gemar membaca dan mempelajari

al-Qur’ān

dan hadis baik ketika sedang

sibuk ataupun santai.

2. Berusaha sekuat tenaga untuk merealisasikan ajaran-ajaran

al-Qur’ān

dan

hadis.

3. Selalu mengkonfirmasi segala persoalan yang dihadapi dengan merujuk

kepada

al-Qur’ān

dan hadis, baik dengan mempelajari sendiri atau bertanya

kepada yang ahli di bidangnya.

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti

61

4. Mencintai orang-orang yang senantiasa berusaha mempelajari dan meng-

amalkan ajaran-ajaran

al-Qur’ān

dan

Sunnah

.

5. Kritis terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi dengan terus-menerus

berupaya agar tidak keluar dari ajaran-ajaran

al-Qur’ān

dan

Sunnah

.

6. Membiasakan diri berpikir secara rasional dengan tetap berpegang teguh

kepada

al-Qur’ān

dan hadis.

7. Aktif bertanya dan berdiskusi dengan orang-orang yang dianggap memiliki

keahlian agama dan berakhlak mulia.

8. Berhati-hati dalam bertindak dan melaksanakan sesuatu, apakah hal tersebut

boleh dikerjakan ataukah hal tersebut boleh ditinggalkan.

9. Selalu berusaha keras untuk mengerjakan segala kewajiban serta

meninggalkan dan menjauhi segala larangan.

10. Membiasakan diri untuk mengerjakan ibadah-ibadah sunnah sebagai upaya

untuk menyempurnakan ibadah wajib karena khawatir belum sempurna.

Rangkuman

1.

Al-Qur’ān

adalah kalam Allah Swt. (wahyu) yang disampaikan kepada Nabi

Muhammad saw. melalui Malaikat Jibril dan diajarkan kepada umatnya, dan

membacanya merupakan ibadah.

2. Hadis atau sunnah adalah segala ucapan atau perkataan, perbuatan, serta

ketetapan (

taqrir

) Nabi Muhammad saw. yang terlepas dari hawa nafsu dan

perkara-perkara tercela.

3.

Al-Qur’ān

adalah sumber hukum utama selain sebagai kitab suci. Oleh

karena itu, semua ketentuan hukum yang berlaku tidak boleh bertentangan

dengan hukum-hukum yang terdapat dalam

al-Qur’ān

.

4. Hadis merupakan sumber hukum kedua setelah

al-Qur’ān

. Dengan demikian,

hadis memiliki fungsi yang sangat penting dalam hukum Islam. Di antara

fungsi hadis, yaitu untuk menegaskan ketentuan yang telah ada dalam

al-

Qur’ān

, menjelaskan ayat

al-Qur’ān

(

bayan tafsir

), dan menjelaskan ayat-

ayat al-Qur’ān yang bersifat umum (

bayan takhśiś

).

5.

Ijtihād

artinya bersungguh-sungguh atau mencurahkan segala kemampuan.

Ijtihād,

yaitu upaya sungguh-sungguh mengerahkan segenap kemampuan

akal untuk mendapatkan hukum-hukum

syari’at

pada masalah-masalah

yang tidak ada

nash

nya.

Ijtihād

dilakukan dengan mencurahkan kemampuan

untuk mendapatkan hukum

syara’

atau ketentuan hukum yang bersifat

operasional dengan mengambil kesimpulan dari prinsip dan aturan yang

telah ada dalam

al-Qur’ān

dan

Sunnah

Nabi Muhammad saw.

6. Bersikap rasional, kritis, dan logis dalam beragama berarti selalu menanyakan

landasan dan dasar (

dalil

) atas setiap amalan keagamaan yang dilakukan.

Dengan cara ini, seseorang akan dapat terbebas dari

taqlid

. Lawan

taqlid

adalah

ittiba,’

yaitu melaksanakan amalan-amalan keagamaan dengan

mengetahui landasan dan dasarnya (dalil).

62

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

7. Merealisasikan dan menerapkan hukum-hukum Islam dalam kehidupan

akan membawa manfaat besar bagi manusia. Semua aturan atau hukum

yang bersumber dari Allah Swt. dan Rasul-Nya merupakan suatu aturan

yang dapat membawa ke

masla

¥

at

an hidup di dunia dan akhirat.

Evaluasi

A. Uji Pemahaman

Jelaskan pertanyaan-pertanyaan berikut dengan jelas.

1. Jelaskan istilah tentang pengertian

al-Qur’ān

dan hadis.

2. Apakah yang dimaksud dengan hadis

mutawatir,

hadis

masyhur,

dan hadis

a

ad

?

3. Jelaskan syarat-syarat ber

ijtihād

menurut Yusuf al-Qaradawi.

4. Sebutkan dan jelaskan macam-macam hukum

taklifi

.

5. Perlukah

ijtihād

dilakukan saat ini? Jelaskan dengan alasan yang tepat.

B. Refleksi

Berilah tanda

checklist

(

) yang sesuai dengan dorongan hatimu dalam

menanggapi pernyataan-pernyataan berikut ini.

No.

Pernyataan

Kebiasaan

Selalu Sering

Jarang

Tidak

pernah

Skor 4 Skor 3 Skor 2

Skor 1

1. Setiap selesai

śalat

Magrib saya

membaca

al-Qur’ān

.

2. Saya berusaha mengetahui arti

ayat-ayat

al-Qur’ān

yang saya

baca.

3.

Saya berusaha memahami ayat-

ayat

al-Qur’ān

yang saya baca.

4.

Saya berusaha mengamalkan

kandungan ayat-ayat

al-Qur’ān

yang telah saya pahami.

5.

Saya berusaha membaca

al-

Qur’ān

sesuai dengan kaidah

tajwid

.

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti

63

No.

Pernyataan

Kebiasaan

Selalu Sering

Jarang

Tidak

pernah

Skor 4 Skor 3 Skor 2

Skor 1

6.

Saya berusaha mempelajari

hadis-hadis yang menjelaskan

tentang tata cara

śalat

.

7. Saya berusaha mengetahui arti

hadis-hadis yang menjelaskan

tentang tata cara

śalat

.

8.

Saat berusaha menghafal hadis-

hadis yang menjelaskan tentang

tata cara

śalat

.

9.

Saya berusaha menyesuaikan

perbuatan saya dengan

pedoman dan tuntunan

al-

Qur’ān

dan hadis yang telah

saya pelajari.

10.

Saya berusaha bertanya kepada

guru dan usta

ż

tentang dalil

dari amalan agama yang saya

laksanakan.